MK putuskan DPR tak berhak pilih hakim agung
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang
pembacaan putusan permohonan uji materi empat pasal yang tertuang dalam
Undang-undang (UU) tentang Mahkamah Agung (MA) dan UU tentang Komisi
Yudisial (KY), hari ini.
Dalam hal ini, MK mengabulkan seluruh
permohonan uji materi keempat pasal yang mengatur mekanisme pengangkatan
calon hakim agung (CHA) tersebut.
Alhasil, DPR tak berhak lagi untuk
memilih hakim agung. DPR hanya berhak memberikan persetujuan calon hakim
agung yang diajukan oleh KY.
"Menyatakan, mengabulkan permohonan
para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Hamdan Zoelva saat
membacakan putusan di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat,
Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2014).
Di samping itu, ketentuan pada
setiap satu lowongan hakim agung, KY mengajukan tiga nama calon hakim
agung ke DPR tidak berlaku lagi.
Selanjutnya, kepada DPR, KY
hanya mengirimkan satu calo hakim agung untuk setiap satu lowongan hakim
agung untuk disetujui oleh DPR. Karena itu, mekanisme pengangkatan
calon hakim agung di DPR, seperti halnya mekanisme pengangkatan Panglima
TNI dan Kapolri.
MK berpendapat, frasa “tiga nama calon” yang
termuat dalam Pasal 8 Ayat (3) UU MA dan Pasal 18 Ayat (4) UU KY harus
dimaknai “satu nama calon”. Sehingga calon hakim agung yang diajukan
oleh KY kepada DPR hanya satu calon hakim agung, untuk setiap satu
lowongan hakim agung, untuk disetujui oleh DPR.
MK dalam
pertimbangannya menyatakan, posisi DPR dalam penentuan calon hakim agung
sebatas memberi persetujuan atau tidak memberi persetujuan atas calon
hakim agung yang diusulkan oleh KY.
Kendati demikian, DPR tidak
dalam posisi untuk memilih dari beberapa calon hakim agung yang
diusulkan oleh KY. "Hal itu, dimaksudkan agar ada jaminan independensi
hakim agung yang tidak dapat dipengaruhi oleh kekuatan politik atau
cabang kekuasan negara lainnya," kata Hakim Konstitusi, Fadil Sumadi
pada kesempatan yang sama.
Seperti diketahui, pasal-pasal yang
diuji adalah, Pasal 8 Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4) UU MA dan Pasal
18 Ayat (4) UU KY. Permohonan uji materi ini diajukan oleh Made Darma
Weda, Panggabean, dan Laksanto Utomo, yang merasa dirugikan atau
berpotensi dirugikan secara konstitusional dengan ketentuan-ketentuan
yang tertuang dalam pasal-pasal tersebut.
Para pemohon
berpendapat, DPR tidak dalam kapasitasnya melakukan seleksi yang
kemudian memilih calon hakim agung tersebut. Selain itu, para pemohon
juga menilai pengaturan dalam UU MA dan UU KY terkait pengisian jabatan
hakim agung juga melanggar tata cara pembentukan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun
2011.